Ya Allah, inikah rasanya sakit? Mengapa ya Allah, engkau
selalu memberikan pilihan keduaku. Aku ingin yg pertama, padahal aku telah
mencita-citakan bisa di sana sejak kelas 11. Bahkan, tak pernah terlintas
dibenakku untuk memilih yg kedua. Rasanya ini seperti cerita klasik buatku.
Sekali lagi aku mengalami hal yg sama.
Dulu, aku memilih SMANSA Solo untuk pilihan pertamaku. Tapi
akhirnya, aku nancepnya di SMAGA Solo. Padahal sama sekali tidak terlintas
dibenakku untuk masuk SMAGA. Hal ini terulang lagi di masa ini. Mungkin orang
bilang STAN lebih hebat dari pada STIS. Tapi, tahukah kalian? Perjuangan masuk
STIS tak segampang yg kalian kira. Memang betul, STIS pesaing awalnya hanya
12ribu orang yg tak sebanyak STAN yg mencapai 100ribu orang. Tapi, boleh dikata
kamu bisa masuk STAN tapi belum tentu masuk STIS, atau sebaliknya. Ironis
bukan? Ini realita, akunya yg ingin masuk STIS, nyatanya gagal untuk tes
kesehatan. Padahal selangkah lagi untuk berhasil.